Search

Friday 9 January 2015

Story: Anak Pemarah, Sekantong Paku dan Pagar yang Berlobang

Di sebuah desa yang berada di pinggiran kota, hiduplah seorang anak laki-laki yang mempunyai sifat pemarah. Anak itu mempunyai kebiasaan yang sangat buruk, setiap hari dia selalu marah-marah dengan alasan yang tidak jelas. Ayah anak itu mulai berfikir bagaimana agar anaknya bisa meninggalkan sifat buruknya itu. Akhirnya sang ayah medapatkan sebuah ide. Sang ayah  memberi  anak itu sekantung paku dan sebuah palu, kemudian sang anak disuruh untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang setiap kali dia sedang  marah. 

Pada hari pertama, anak itu telah menancapkan 48 buah paku ke pagar, dengan demikian pada hari itu sang anak telah marah sebanyak 48 kali. Pada hari berikutnya sang anak memakukan lebih sedikit paku dari hari sabelumnya. Secara bertahap jumlah paku yang ditancapkan sang anak semakin  hari semakin berkurang. Menurut sang anak menahan amarah itu lebih mudah daripada memakukan paku ke pagar. Akhirnya sampai pada suatu hari dimana sang anak betul-betul bisa mengendalikan amarahnya dan tidak cepat hilang kesabaran. Akhirnya dia memberitahukan hal itu kepada sang ayah. Sang ayah hanya tersenyum simpul, kemudian sang ayah menyuruh anak itu untuk mencabut sebuah paku setiap hari di saat dia sedang tidak marah.

Hari demi hari berlalu dan anak laki-laki itu akhirnya memberitahu ayahnya bahwa semua paku yang menancap di dinding pagar belakang rumahnya telah berhasil dicabut. Dengan bangga dia menuju ke ayahnya dan mengatakan: “Ayah, aku sudah dapat mencabut seluruh paku”. Ayahnya tersenyum, merangkul pundaknya, kemudian sang ayah menuntun anaknya menuju ke pagar itu,anakku, , , kamu telah berhasil menyelesaikan tugas-tugas yang ayah berikan, tapi lihatlah lubang-lubang di pagar ini. Pagar ini tidak akan pernah sama seperti sebelumnya. Saat kamu mengatakan/melakukan sesuatu dalam kemarahan, kata-kata dan perbuatanmu akan meninggalkan bekas seperti lubang ini…di hati orang lain”. 

Kita bisa menusukan "pisau" ke tubuh seseorang, kita juga bisa mencabutnya kembali. Tapi apa yang terjadi, "pisau" itu akan tetap melukai orang itu. Dan parahnya meskipun kita telah meminta maaf sekalipun luka itu akan tetap ada. Percayalah saat Anda sedang berada dalam kemarahan, hal terbaik yang sebaiknya Anda lakukan hanyalah Diam.

0 comments:

Post a Comment